Bisnis properti di tahun 2020 ini mendapat pukulan hebat akibat pandemi corona covid 19 , namun demikian bisnis properti diyakini terus merangkak pulih dan memasuki masa ledakan (booming) pada 2021. Sejumlah regulasi dan gencarnya pembangunan infrastruktur diyakini mendorong percepatan pemulihan. “Bisnis properti mengenal siklus 10 tahunan. Terakhir, masa booming bisnis properti di Indonesia terjadi pada 2012-2013, karena itu kami optimistis pada 2021 atau 2022 properti kembali booming,” tutur Direktur Pemasaran PT Agung Podomoro Land Tbk (APL) Anak Agung Mas Wirajaya kepada Investor Daily, di Jakarta, akhir pekan lalu. Isyarat pemulihan, jelas dia, mulai terasa sejak 2018. Saat ini, pascapemilihan presiden (pilpres), optimistis pengembang untuk booming-nya properti kian menguat. “Tahun ini, kami melihat setelah pilpres pertumbuhan kian terasa,” sergahnya. Hal itu diamini oleh pengamat bisnis properti Panangian Simanungkalit. Dia bahkan memperkirakan tahun 2019 terjadi pertumbuhan properti berkisar 5-6% dibandingkan tahun 2018. “Tahun 2019, pertumbuhan sektor properti berkisar 5-6% dibandingkan dengan 2018. Kapitalisasi pasar properti tahun 2019 bisa mencapai total Rp 114 triliun,” ujar dia, kepada Investor Daily, saat dihubungi dari Jakarta, pekan lalu. Dia pernah mengatakan, dari jumlah total kapitalisasi pasar properti tersebut, sekitar Rp 80 triliun merupakan kontribusi segmen perumahan.
Di lini perumahan, kontributor utama adalah segmen menengah dan bawah, yakni perumahan sederhana atau rumah bersubsidi. Asing dan Infrastruktur Menurut Agung, hunian segmen menengah dan bawah kontribusinya sangat besar saat ini. Dari total pasar, kontribusi segment tersebut berkisar 70-80%. “Karena itu, kami menggulirkan hunian dengan harga di bawah Rp 1 miliar di beberapa proyek seperti di Podomoro Golf View (PGV) dan di Karawang,” paparnya. Dalam menggarap segmen tersebut, lanjut dia, pihaknya juga menggandeng perbankan yang memberi kemudahan kepada calon konsumen. Hal itu mengingat mayoritas pembeli di segmen menengah mayoritas memanfaatkan fasilitas kredit, yakni kredit pemilikan rumah/apartemen (KPR/KPA). “Tenornya bisa mencapai berkisar 15-20 tahun, sedangkan jika cicilan ke pengembang maksimal empat tahun,” jelas Agung. Selain itu, tambah dia, pihaknya kian gencar menggaet mitra dari pihak ketiga untuk mengembangkan bisnis di kawasan proyek APL. Mitra yang diajak menggarap itu memiliki spesialiasi tertentu terutama dalam menggarap fasilitas penunjang atau area komersial. “Misal, kami mengandeng Kawan Lama untuk proyek di Podomoro Park Bandung. Kawan Lama membeli lahan seluas 1,5 hektare di proyek itu untuk mendirikan fasilitas komersial,” jelas Agung. Khusus di PGV, Cimanggis, jelasnya, mengusung konsep transit oriented development (TOD). Proyek properti itu disinergikan dengan angkutan umum massal kereta ringan (light rail transit/LRT) dan bus.
Agresifnya pembangunan infrastruktur di periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi imbas pada sektor properti. Pembangunan jalan, jalan tol, pelabuhan hingga bandar udara meningkatkan konektifitas sehingga bisnis properti lebih bergulir. “Pembangunan infrastruktur menggairahkan bisnis properti. Semoga pada periode kedua pemerintahan Jokowi perhatian pada infrastruktur terus berlanjut,” kata dia. Di sisi regulasi atau kebijakan pemerintah, tambah Agung, pemerintahan baru yang akan dilantik pada Oktober 2019 nanti, perlu mempercepat proses perizinan pembangunan properti, terutama di tingkat pemerintah daerah. Perizinan yang mudah dan cepat ikut mendongkrak bisnis properti. “Proses perizinan yang saat ini cenderung lambannya, harus lebih dipercepat. Regulasi lain yang perlu diperhatikan pemerintahan baru mendatang adalah soal kepemilikan asing,” ujarnya.
Dalam pandangan Agung, pasar properti asing cukup potensial. Hanya saja perlu ditopang oleh kepastian hukum, salah satunya terkait dengan hak guna bangunan (HGB). “Kalau belum bisa 90 tahun seperti negara tetangga, sebaiknya diberikan langsung 50 tahun, lalu bisa diperpanjang untuk 30 tahun lagi,” tutur dia. Agung menilai, masuknya pembeli asing akan menambah jumlah uang beredar di dalam negeri. Tambahan uang itu memperbesar kue yang diperebutkan oleh para pemain properti di dalam negeri. “Kami membidik pembeli asing untuk proyek di Batam, Bandung, dan Karawang. Di Karawang, banyak ekspatriat dari Asia, khususnya Jepang dan Korea, sedangkan di Bandung, ada peluang pembeli asal Malaysia,” paparnya. Terkait regulasi tersebut, Sekjen DPP Persatuan Perusahaan REI Paulus Totok Lusida menegaskan, ketentuan mengenai properti asing perlu direvisi. Revisi aturan kepemilikan asing diharapkan sebagai salah satu upaya memberi kepastian hukum sehingga mendorong sektor properti di Tanah Air dapat lebih bergulir sekalipun segmen properti asing tidak sebesar segmen menengah bawah. “Kami mengusulkan agar asing langsung diberikan jangka 50 tahun, bukan 30 tahun. Karena biasanya untuk proses perpanjangan administrasi sering ada kesulitan sehingga kami usulkan langsung saja diberikan 50 tahun dan bisa diperpanjang 30 tahun lagi,” kata Totok.
Sumber : Edo Rusyanto (edo_rusyanto@investor.co.id)